Senin, 27 Juni 2011

PASANG SURUT UU PARTAI POLITIK

PASANG SURUT UU PARTAI POLITIK
 PASCA ORDE BARU

Oleh :
DIDIK ARIYANTO, SH, M.Kn

 Pasca runtuhnya orde baru, semua dinamika politik berubah secara total. Masa reformasi, presiden B.J. Habibie mengeluarkan kebijakan bidang politik yang fundamental dengan mengganti lima paket undang-undang politik orde baru dengan tiga undang-undang politik yang demokratis yang diantaranya 1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, 2) UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, 3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR, diantara ketiga undang-undang Partai Politik tersebut, UU No.2 Tahun 1999 yang paling krusial dalam tulisan ini, pada hakekatnya setiap orang warga negara Republik Indonesia berhak untuk mendirikan Partai Politik, sesuai dengan bunyi Pasal 2 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik “sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dapat membentuk Partai Politik.”  Mendirikan Partai Politik tentunya ada batasannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1999 dengan persyaratan: (a) mencantumkan Pancasila sebagal dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam anggaran dasar partai; (b) asas atau ciri. aspirasi dan program Partai Politik tidak bertentangan dengan Pancasila; (c) keanggotaan Partai Politik bersifat terbuka untuk setiap warga negara Republik Indonesia yang telah mempunyai hak pilih; d. Partai Politik tidak boleh menggunakan nama atau lambang yang sama dengan lambang negara asing, bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia Sang Merah Putih. Bendera kebangsaan negara asing, gambar perorangan dan nama serta lambang partai lain yang telah ada.
Filosofi pembentukan UU Nomor 2 Tahun 1999 dibuat sangat cepat dan singkat, disebabkan situasi kekacuan politik di Republik Indonesia, pasca jatuhnya rezim soeharto. UU Nomor 2 Tahun 1999 merupakan keinginan Pemerintahan Habibie untuk menyelenggarakan pemilu anggota DPR, DPRD I dan DPRD II 1999  secara demokratis dan terbebas dari intervensi Pemerintah. Pemerintahan Habibie menyerahkan penyelenggaran pemilu anggota DPR, DPRD I dan DPRD II 1999  kepada partai politik dan unsur pemerintah yang duduk bersama dalam Komisi Pemilihan Umum.
UU Nomor 2 Tahun 1999, mendapatkan animo Warga Negara Indonesia untuk bersemangat mendirikan partai politik baru. Pemilu Anggota DPR, DPRD I dan DPRD II 1999 telah menghasilkan partai politik peserta pemilu sebanyak 48 (empat puluh delapan). PDI Perjuangan pemenang pemilu anggota DPR, DPRD I dan DPRD II 1999  dengan perolehan kursi sebanyak 153 Kursi. Kemenangan ini, tidak serta merta membawa Megawati Sukarnoputri menjadi Presiden Republik Indonesia. Kenyataanya Abdulrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden Republik Indonesia ke empat. UU Nomor 2 Tahun 1999 ternyata tidak bertahan lama, menjelang Pemilu Legislatif Tahun 2004, UU tersebut kemudian diganti dengan UU Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik oleh DPR hasil Pemilu Anggota DPR, DPRD I dan DPRD II 1999.

Perbandingan UU Partai Politik    
 Undang undang  tentang Partai Politik terus berubah, seiring berjalannya waktu dari masa ke masa, reformasi telah mengubah peta politik di Indonesia semenjak reformasi 1998 s/d 2011. Hal ini di alami Undang undang tentang Partai Politik yang telah berubah sebanyak terjadi 3 (tiga) kali, dari produk jaman pemerintahan Habibie ( UU No 2 Tahun 1999) hingga jaman pemerintahan SBY ( UU No. 2 Tahun 2011). Tidak konsistennya Undang undang tentang Partai Politik di Indonesia, disebabkan oleh faktor kedewasaan politik Indonesia pasca orde baru mengalami “kelabilan” hingga memunculkan Undang undang tentang Partai Politik baru yang silih berganti. Terutama prasyarat untuk mendirikan suatu partai politik baru, lihat perbandingan  tabel 1.1 :

Tabel 1.1 PERBANDINGAN PERSYARATAN MENDIRIKAN PARTAI POLITIK ANTARA UU NOMOR 2 TAHUN 1999,  UU NOMOR 31 TAHUN 2002, UU NOMOR 2 TAHUN 2008 DAN UU NOMOR 2 TAHUN 2011

No
PERBANDINGAN
UU No 2
Tahun 1999
UU No 31
 Tahun 2002
UU No 2
Tahun 2008
UU No 2
Tahun 2011
1
Persyaratan Partai Politik
Pasal 2 ayat (2) :
Partai Politik harus
memenuhi syarat :
a. mencantumkan Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam anggaran dasar partai;
b. asas atau ciri, aspirasi dan program Partai Politik tidak bertentangan dengan Pancasila;
c. keanggotaan Partai Politik bersifat terbuka untuk setiap warga negara Republik Indonesia yang telah mempunyai hak pilih;
d. Partai Politik tidak boleh menggunakan nama atau lambang yang sama dengan lambang negara asing, bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia Sang Merah Putih, bendera kebangsaan negara asing, gambar perorangan dan nama serta lambang partai lain yang telah ada
Persyaratan Partai Politik :
Pasal 2 ayat (3) :
Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan
pada Departemen Kehakiman dengan syarat :
a. memiliki akta notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya;
b. mempunyai kepengurusan sekurang kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik lain; dan
d. mempunyai kantor tetap.

Persyaratan Partai Politik :
Pasal 3 :
(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan hukum.
(2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik harus mempunyai :
a. akta notaris pendirian Partai Politik;
b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. kantor tetap;
d. kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan; dan
e. memiliki rekening atas nama Partai Politik.

Persyaratan Partai Politik
Pasal 2
(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 (tiga puluh) orang warga negara Indonesia yang telahberusia 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikahdari setiap provinsi.
(1a) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orangpendiri yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik dengan akta notaris.
(1b) Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain.
(3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) harus memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.
(4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:
a.    asas dan ciri Partai Politik;
b.    visi dan misi Partai Politik;
c.    nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;
d.    tujuan dan fungsi Partai Politik;
e.    organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
f.     kepengurusan Partai Politik;
g.    mekanisme rekrutmen keanggotaan Partai Politik dan jabatan politik;
h.    sistem kaderisasi;
i.     mekanisme pemberhentian anggota Partai Politik;
j.     peraturan dan keputusan Partai Politik;
k.    pendidikan politik;
l.     keuangan Partai Politik; dan
m.   mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik.
(5) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimanadimaksud pada ayat (2) disusun dengan menyertakanpaling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan



Perbandingan antara UU No 2 Tahun 1999 dengan UU No 31 Tahun 2002

Persyaratan mendirikan Partai Politik, dalam Pasal 2 ayat (2) UU nomor 2 tahun 1999, tidak menyebutkan secara implisit mengenai status hukum Partai Politik, karena menurut KUH Perdata  dimaksud status hukum adalah  subyek hukum terdiri atas perorangan (naturlijke person) dan badan hukum (recht person).  Partai Politik  masuk dalam kategori badan hukum publik yang tidak memiliki profit oriented atau mengejar laba/keuntungan.  Bila dibandingkan UU Nomor 31 Tahun 2002 ada suatu kejelasan mengenai status hukum partai politik, Warga Negara Indonesia akan mendirikan Partai Politik harus mendaftarkan ke Departemen Kehakiman ( Kemenkumham sekarang-red) dengan syarat utama yakni Para pendiri partai politik harus mengikatkan diri dalam suatu akta notariil pendirian partai politik sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lain, mengenai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik.
Disamping Akta Notaris Pendirian Partai Politik, menurut Pasal 2 ayat (3) UU Nomor 2002, para pendiri partai politik harus mempunyai kepengurusan sekurang kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini jelas memberatkan Partai Politik Baru yang akan masuk kedalam gelanggang Pemilihan Umum, sehingga pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2004 hanya ada  24 (dua puluh empat) Partai Politik Peserta Pemilu yang diantaranya: (1) Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, (2) Partai Buruh Sosial Demokrat, (3) Partai Bulan Bintang, (4) Partai Merdeka, (5) Partai Persatuan Pembanguan, (6) Partai Perstuan Demokrasi Kebangsaan, (7) Partai Perhimpunan Indonesia Baru, (8) Partai Nasional Benteng Kemerdekaan, (9) Partai Demokrat, (10) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, (11) Partai Penegak Demokrasi Indonesia, (12) Partai Persatuan Nahdatul Ulama Indonesia, (13) Partai Amanat Nasional, (14) Partai Karya Peduli Bangsa, (15) Partai Kebangkitan Bangsa, (16) Partai Keadilan Sejahtera, (17) Partai Bintang Reformasi, (18) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, (19) Partai Damai Sejahtera, (20) Partai Golkar, (21) Partai Patriot Pancasila, (22) Partai Sarikat Indonesia, (23) Partai Persatuan Daerah, (24) Partai Pelopor. Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2004, menempatkan Partai Golkar sebagai pemenangnya, dengan memperoleh 128 Kursi di DPR RI. Tidak sertamerta Presiden dan Wakil Presiden dari Partai Golkar, karena Pemilu 2004 Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat lewat pemilu. Pemenang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kalla.
Kajian politik terhadap penyelenggaran Pemilu 2004, terus bergulir di masyarakat, ketidakpuasan dengan banyaknya partai politik sebagai peserta pemilu 2004 masih menjadi ganjalan. Pemikiran untuk menyederhanakan partai politik di Indonesia, terus dilakukan, hingga menganggap UU No 31 Tahun 2002 ternyata tidak relevan dengan perkembangan jaman. Pemikiran untuk mengadakan perubahan UU Nomor 31 Tahun 2002 terus bergulir , menurut  A.A. Oka Mahendra [1]Ada 3 alasan pokok yang dikemukakan sebagai berikut:
1.   Untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat yang diakui dan dijamin oleh UUD Negara R.I. Tahun 1945. Prinsip kemerdekaan  berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat  sebagai hak asasi manusia harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan R.I. yang merdeka, berdasarkan hukum (konsideran menimbang huruf a dan b).
2.   Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi dan tanggung jawab partai politik dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat (Penjelasan Umum alinea ke-2)
3.   UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimal mengakomodasikan dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan partai politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern
Belum optimalnya UU Nomor 31 Tahun 2002  dalam  mengakomodasikan dinamika dan perkembangan masyarakat, menuntut suatu kontribusi partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih besar lagi. Hal ini memunculkan  perubahan UU No 31 Tahun 2002, DPR RI Periode 2004 s/d 2009 mulai mengunakan hak inisiatif untuk mengubah UU Nomor 31 Tahun 2002.
Perbandingan antara UU No 31 Tahun 2002 dengan UU No 2 Tahun 2008
Pembicaran dengan pemerintah mulai serius.  Kemudian menjelang Pemilu 2009, UU Nomor 31 Tahun 2002 tidak digunakan seiring ditetapkannya UU Partai Politik yang baru yakni UU No 2 Tahun 2008. Perbedaan persyaratan sebuah Partai Politik antara UU Nomor 31 Tahun 2002 dan UU Nomor 2 Tahun 2008, yang dapat kita analisis adalah (1) Jumlah Kepengurusan Partai Politik tingkat Propinsi yang UU Nomor 31 Tahun 2002 menyebutkan ” sekurang-kurangnya 50 % kepengurusan dari jumlah Propinsi....” sedangkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 menyebutkan “ kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi....” Kepengurusan Partai Politik untuk tingkat Propinsi menurut UU Nomor 31 Tahun 2002 harus memiliki sekurang-kurangnya 50% Kepengurusan Partai Politik tingkat Propinsi di Indonesia, sedangkan Kepengurusan Partai Politik untuk tingkat Propinsi menurut UU Nomor 2 Tahun 2008 harus memiliki sekurang-kurangnya 60% Kepengurusan Partai Politik tingkat Propinsi di Indonesia, hal ini ada kenaikan 10 % bila dibandingkan dengan UU Nomor 31 Tahun 2003 dan (2) Dalam UU Nomor 31 Tahun 2002 tidak menyebutkan adanya rekening atas nama Partai Politik, di dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 menyebutkan “ Memiliki rekening atas nama Partai Politik “. Rekening atas nama partai politik, diperlukan agar partai politik yang dirikan memiliki dana politik yang jelas, dan secara sistem akutansi partai politik tersebut dapat diketahui oleh Publik. Sedangkan di dalam UU Nomor 31 Tahun 2002 tidak masukkanya rekening atas nama Partai Politik.
Lahirnya UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, kemudian munculkan Partai Politik Baru, ada sekitar 38 Partai Politik secara Nasional yang ikut dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Tahun 2009 yang termasuk partai politik baru yakni ; Partai Hanura, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Gerindra, Partai Barnas, Partai Perjuangan Indonesia Baru, Partai Kedaulatan, Partai Pemuda Indonesia, Partai Demokrasi Pembaharuan, Partai Karya Perjuangan, Partai Matahari Bangsa, Partai Republika Nusantara, Partai Patriot, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Indonesia Sejahtera, dan Partai kebangkitan Nasional Ulama, sedangkan yang lainnya adalah Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Daerah, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasional Indonesia Marhenis, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Pelopor, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Damai Sejahtera, Partai Nasional Benteng Kerakyatan, Partai Bulan Bintang, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Bintang Reformasi, Partai Demokrat, Partai Merdeka, Partai Persatuan Nahdatul Ulama Indonesia, Partai Sarikat Indonesia dan Partai Buruh. Ada sekitar 38 Partai Politik secara Nasional yang ikut dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Tahun 2009 
Disamping UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dimungkinkan membentuk Partai Politik Lokal di daerah otonomi khusus Aceh. Sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang merupakan amanat dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki. Hal ini diperbolehkan untuk membentuk Partai Lokal Aceh di wilayah Propinsi Naggroe Aceh Darussalam, Pada Pasal 1 ayat 14 UU Nomor 11 Tahun 2006  menyebutkan “ Partai politik lokal adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan anggota DPRA/DPRK, Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota.”  Dalam Partai Lokal Aceh yang ikut serta pelaksanaan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009, antara Lain: (1) Partai Aceh, (2) Partai Aceh Aman Sejahtera, (3) Partai Bersatu Aceh, (4) Partai Daulat Aceh, (5) Partai Rakyat Aceh, (6) Partai Suara Independen Rakyat Aceh. Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia R.I mengenai pemberlakukan Badan Hukum Partai Politik berpedoman pada UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan UU Nomor 2 Tahun 2008 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.

Perbandingan antara UU No 2 Tahun 2008 dengan UU No 2 Tahun 2011
Perubahan UU No 2 Tahun 2008, menjadi UU No 2 Tahun 2011, sebenarnya untuk mengantisipasi Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014. Partai Politik yang duduk di DPR RI ( Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI Perjuangan, PKS, PAN, PPP, PKB, Partai Gerindra dan Partai Hanura )  mengevalusi pelaksanaan penyelengaraan pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 yang dilaksanakan oleh KPU ternyata masih banyak kekurangannya dan semangat untuk menyederhanakan partai politik peserta pemilu Tahun 2014 merupakan tujuan utama. Sehingga pelaksanaan pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 nantinya, harus berjalan secara proposional dan profesional. Untuk itu lewat hak inisiatif anggota DPR RI periode 2009 s/d 2014 mengubah UU No 2 Tahun 2008. Perubahan UU No 2 Tahun 2008 ternyata berjalan lebih mulus bila di bandingkan dengan Perubahan UU No 22 Tahun 2007 tentang penyelenggara pemilu. Tepat 16 Desember 2010 dalam Rapat Paripurna DPR RI bersama pemerintah menetapkan perubahan UU No 2 Tahun 2008  tentang Partai Politik.
Dalam UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, ada beberapa kemajuan signifikan mengenai antara lain : (1) dalam Pasal 2 ayat (1a)  Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik dengan akta notaris. Bahwa warga negara indonesia yang mendirikan Partai Politik harus paling sedikit 50 (lima puluh) orang yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik kemudian di muat dalam akta notaris, hal ini suatu konsekuensi logis terhadap komitmen kepada Warga Negara Indonesia dalam mendirikan Partai Politik. Jadi tidak sekedar mendirikan Partai Politik hanya untuk mengikuti Pemilu. Kepengurusan Partai Politik dari Pusat sampai dengan tingkat kecamatan ada perbedaan antara UU No. 2 Tahun 2008 dengan UU No. 2 Tahun 2011. Dalam UU No. 2 Tahun 2011 pasal 3 ayat (2)  huruf c kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan; dan huruf d. kantor tetap pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum.
Perbedaan UU No 2 Tahun 2008 dengan UU No 2 Tahun 2011 ternyata juga terletak pada penyelesaian perselisihan Partai Politik, Pasal 32 ayat (2) UU No 2 Tahun 2008  menyebutkan “ Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian perselisihan Partai Politik ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan” jadi partai politik mengalami kebuntuan menyelesaikan permasalahan, maka koridor pengadilan yang akan memutuskan perkara tersebut. Hal ini berbeda dengan UU No. 2 Tahun 2011, bahwa sistem penyelesaian perselisihan internal Partai Politik di masukkan dalam Anggaran Dasar Partai Politik, sesuai pasal 2 ayat (4), bahwa  AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit: huruf m) mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik. Pasal 2 ayat (4) huruf m) dapat dihubungkan dengan Pasal 32 ayat (1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART. dan ayat (2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik. bahwa peranan Mahkamah Partai Politik sangat diperlukan oleh Partai Politik, Mahkamah partai politik merupakan lembaga mediasi yang digunakan oleh Partai Politik  untuk menyelesaikan kasus-kasus internal Partai Politik. Apabila kasus internal Partai Politik tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai politik dalam jangka 60 (enam puluh) hari,  maka dapat diselesaikan melalui jalur pengadilan negeri, sesuai Pasal 33 ayat (1). Dan Putusan Pengadilan Negeri merupakan putusan pertama dan terakhir dan dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

 Harapan baru UU No 2 Tahun 2011  
Perubahan UU Partai Politik, pasca orde baru tidak dapat di pungkiri lagi. Partai Politik sebagai salah satu elemen bangsa, sepantasnya membawa jati diri bangsa indonesia. Pergantian UU Partai Politik sepantasnya di jadikan teladan bagi kehidupan berpolitik bangsa Indonesia. Hadirnya UU No 2 Tahun 2011 sepantasnya dijadikan momentum terakhir bangsa Indonesia membangun suatu sistem kepartaian. Sistem presidensial dijalankan oleh bangsa Indonesia, ternyata masih dalam proses jati diri politik bangsa. Perpaduan sistem parlementer dan sistem presidensial yang dikembangkan oleh republik ini, ternyata masih jauh dari kenyataan. Pemikiran penulis mengenai keunggulan partai politik terletak pada keunggulan para kader partai politik. UU No 2 Tahun 2011, Pasal 2 ayat (4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit: ...huruf h,  sistem kaderisasi. bahwa sistem kaderisasi Partai Politik harus menjadi jembatan karier politik seorang kader, tentunya kader yang militan dan memiliki etos kerja memajukan partai politik. Mereka dapat menduduki jabatan publik kunci legislatif dan eksekutif (misalnya : Calon anggota DPR, Calon anggota DPRD, Calon Menteri, Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala daerah atau calon pejabat negara lainnya).
Pendidikan partai politik bagi anggota partai politik dalam UU No 2 Tahun 2011, diatur secara jelas. Hal ini sesuai dengan Pasal 34 ayat (3b) Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan:
a.    pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.    pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan
c.    pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan.
Pendalaman mengenai pilar kebangsaan, menjadi tanggung jawab partai politik. Karena pada saat ini pilar kebangsaan telah hilang oleh arus globalisasi. Pancasila sebagai ideologi bangsa secara serta merta telah ditinggalkan oleh generasi muda, Partai politik sebagai agen bangsa sepantasnya juga memberikan pendidikan politik berupa pendalaman empat pilar bangsa yaitu: Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika politik, harus menjadi tanggung jawab partai politik. Banyaknya kasus korupsi menimpa kader partai politik ternyata polah tingkah para oknum kader partai politik yang menfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Untuk itu pasal 34 ayat (3b)  huruf b UU No 2 Tahun 2011 memberikan ketegasan kepada partai politik untuk melakukan pendidikan kepada setiap warga negara Indonesia  dalam membangun etik politik. pasal 34 ayat (3b)  huruf c UU No 2 Tahun 2011, juga memberikan ketegasan kepada partai politik membuat mekanisme sistem pengkaderan politik yang jelas. Selama ini partai politik tidak pernah melakukan pengkaderan partai politik secara terbuka, bahkan terkesan ekskulsif. Pengkaderan partai politik terkadang melihat segi finansial seseorang tidak melihat intelektual kader partai politik. Sehingga kepengurusan partai politik selalu mementingkan sikap kekerabatan kader, ketimbang memasukkan kader-kader yang profesional di bidang politik. Untuk mencari kader profesional tentunya sulit, wacanapun berkembang memasukkan kembali unsur birokrat kedalam kader partai politik, hal ini kemudian ditentang oleh elite politik di senayan.      
 UU No 2 Tahun 2011 disahkan tanggal 16 Desember 2010 dalam Rapat Paripurna DPR RI bersama pemerintah, menjadi agenda kenegaraan yang krusial, guna mempersiapkan penyelenggaran Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Tahun 2014. Pada pasal 51 ayat (1a)  Verifikasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Partai Politik yang dibentuk setelah Undang-Undang ini diundangkan, selesai paling lambat 2 ½ (dua setengah) tahun sebelum hari pemungutan suara pemilihan umum. tentunya Pemerintah lewat Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia R.I dapat secara super cepat melakukan verifikasi partai politik lama dan baru., karena dibatasi oleh waktu dua setengah tahun. Wilayah kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia R.I hanyalah memberikan status Badan Hukum sesuai UU No 2 Tahun 2011. Partai Politik lama harus menyesuaikan dengan UU No 2 Tahun 2011 sesuai pasal 51 ayat (1)  Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tetap diakui keberadaannya dengan kewajiban melakukan penyesuaian menurut Undang-Undang ini dengan mengikuti verifikasi. Partai politik baru antara lain, Partai Nasdem, Partai Nasional Republik dan partai politik baru lainnya. Juga harus tunduk dalam UU No 2 Tahun 2011. Dengan lahirnya UU No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik diharapkan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014, membawa kesejahteraan dan kemakmuran bangsa indonesia, semoga!! 


[1]  A.A. Oka Mahendra, 29 April  2010, artikel .”Paradigma Baru UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik” www. Djpp.depkumham.go.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar