Minggu, 22 April 2012

ANTARA KEMANUSIAN DAN KEJAHATAN POLITIK BBM

Analisis Didik Ariyanto

Dalam Pasal 33 UUD 1945 “ Negara menguasai bumi, air dan kekayaan yang terkadung di dalamnya, dan digunakan sebesar-besarnya untuk hajat hidup bangsa Indonesia.” Suatu kenyataan yang tidak terbantahkan, bila negara mengelola dan mengatur sumber-sumber energi termasuk minyak dan gas Bumi untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Pasal 33 UUD 1945 ternyata indah dalam bahasanya tapi pahit dalam aplikasinya, sumber-sumber energi yang terkandung di dalam perut bumi indonesia hanya untuk kepentingan kapitalis global. Freeport yang notabene perusahan kacangan pada era 1960, sekarang menjadi perusahaan raksasa dunia dengan mengeruk pertambangan emas dan tembaga di pengunungan jayawijaya, pemerintah Indonesia hanya dapat royalti dari penjualan emas dan tembaga menyedihkan. Belum eksplorasi minyak bumi dan gas yang dilakukan oleh perusahan asing, misalnya exxon mobile yang menguasai eksplorasi blok cepu, dimana Pemerintah Indonesia hanya mendapat sedikit jatah dari pengeboran minyak tersebut.
Pada intinya Negara hanya di kibuli oleh penguasa kapitalis, kenaikan harga minyak premium dan solar serta Tarif Dasar Listrik. Bentuk penjajahan model baru, kapitalis global telah menusuk rasa kemanusian dan keadilan. Energi yang ada dimuka negara ini, telah menjadikan sumber konflik baru, rakyatlah yang dijadikan korban. Negara ini terasa tidak berdaya oleh ulah para cukong-cukong yang memiliki modal besar, harga dipermainkan dengan kondisi dan situasi yang menguntungkan para cukong-cukong itu. Tidaklah salah jika sumber energi dalam perut bumi Indonesia, berupa Minyak dan Gas 20 tahun mendatang akan habis. Masyarakat kita sejak orde baru didik untuk selalu bersikap konsumtif. Lihat saja pertumbuhan kendaraan roda dua dan empat sangat tidak terkendali, dan  angkutan massal yang sangat buruk mengakibatkan borosnya konsumsi atas bahan bakar minyak. Pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari sektor konsumsi mengakibatkan pertumbuhan yang tidak sehat dalam neraca APBN kita,  kedepan.
Persoalan Politik BBM ternyata dilakukan oleh SBY pada pemerintahan jilid pertama, di tahun 2005 terjadi lonjakan harga minyak dunia yang memaksa SBY untuk menaikkan harga minyak dengan kisaran Rp 5000,- kemudian selang satu tahun 2006 menaikan lagi menjadi Rp 6.000,-. Sebenarnya kenaikan Rp 6.000,- seharusnya SBY tidak menurunkan harga minyak lagi. Tapi karena pada Tahun 2008 merupakan tahun pertarungan politik, SBY dengan gegabah menurunkan kembali harga BBM sampai 2 (dua) kali menjadi Rp. 4500,- sampai sekarang. Dengan alasan pencitraan SBY yang membela rakyat kecil, bahkan dalam kampanyenya SBY juga mengungkapkan bahwa rakyat akan terbiasa dengan harga BBM yang naik turun. Politik SBY yang selalu memainkan harga BBM sebenarnya ditentang banyak kalangan termasuk penulis, soalnya harga BBM di indonesia tidak dapat disamakan dengan negara-negara pengekspor minyak. Seperti : Saudi Arabia, Venezuella, qatar dan kuwait. Cadangan Minyak Bumi Indonesia sebenarnya sangat menipis, ini ditandai oleh keluarnya Indonesia dari OPEC.
Pemerintahan SBY seharusnya cerdas melihat fenomena kenaikan harga minyak dunia, dengan melihat sisi kemanusiaan. Harga BBM naik maka tingkat inflansi akan terus naik, ini fakta yang dihadapi rakyat, rakyatlah yang akan menanggung segala beban hidup, ketika BBM akan naik. Kejahatan yang dilakukan oleh para cukong-cukong minyak ternyata tidak pernah menyentuh rasa kemanusiaan rakyat Indonesia, mereka hanya melihat keuntungan yang sebesar-besarnya. Seharusnya SBY harus secara arif mengunakan nilai-nilai kemanusiaan dalam melihat fenomena harga minyak dunia secara santun, bukan sebuah nilai pencitraan yang akan merugikan rakyat banyak kedepan.....     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar