Selasa, 26 Juli 2011

KADER PARPOL SEBAGAI ASSET PARPOL

KADER PARPOL SEBAGAI ASSET PARPOL
DALAM PERTARUNGAN KEPENTINGAN DAN IDEOLOGI
Oleh :
DIDIK ARIYANTO, SH, M.Kn*)


Tidaklah mengherankan, jika ideologi kapitalis telah merajai seluruh muka bumi ini, demokrasi adalah alat yang paling efektif dalam memainkan ideologi kapitalis. Watak utama seorang kapitalis sejati adalah bersikap opportunis, pragmatis dan selalu ingin menguasai. Tidaklah mengherankan jika perang dingin yang di menangkan oleh Amerika Serikat telah melahirkan neo imperalisme baru dan kebebasan tanpa batas. Tidak dipungkiri jika tata politik di Indonesia telah terasuki oleh adanya ideologi Kapilatis. Dimana kepentingan individualis yang berkembang di pranata masyarakat sekarang ini, telah berkembang subur. Partai politik tidak lagi sebagai perjuangan pemikiran individu untuk kemajuan suatu bangsa Indonesia. Akantetapi perjuangan individu untuk dirinya sendiri dan golongannya yang telah memberi manfaat atas dirinya sendiri. Partai Politik yang diciptakan pada saat menjelang pertarungan Pemilihan Umum, merupakan bagian dari pencapaian untuk memperoleh kekuasaan. Bukan untuk mencapai kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Partai Politik hanya untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan para pemodal rente. Tidaklah heran jika sekarang kita temui banyak kasus-kasus besar yang menghinggapi seluruh partai politik.
Kasus kader Partai Demokrat merupakan contoh yang terbaik dalam dimensi saat ini, nazaruddin adalah kader yang terbaik di Partai berlambangkan Bintang Mercy telah mencoreng muka Susilo Bambang Yudhoyono dan petinggi Partai Deomkrat lainnya. Mengapa penulis memuji nazaruddin sebagai kader terbaik, karena dia duduk sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Tentunya Sang ketua umum Partai Demokrat, anas urbaningrum telah memiliki penilaian dan kepentingan tersendiri terhadap nazaruddin. Kepentingan anas urbaningrum untuk menempatkan nazaruddin tentunya beralasan, menurut pengakuan nazaruddin. Bahwa kemenangan anas urbanginrum pada konggres partai Demokrat  di bandung pada bulan mei 2010 merupakan hasil kerja jerih payah nazaruddin untuk mengumpulkan pundi-pundi keuangan, demi kemenangan anas  sebagai ketua umum Partai Demokrat. Pengumpulan pundi-pundi keuangan ternyata diperoleh dari hasil yang haram, berupa pengumpulan komisi pada rekanan proyek kemenpora yaitu proyek hambalang dan wisma altet Sea Games di Palembang. Tidaklah mengherankan jika kemudian borok tersebut terbongkar, di depan umum. Anas sendiri juga mengakui jika pada konggres partai Demokrat pada bulan Mei 2010 di Bandung, bahwa pemberian uang transpot dan akomodasi  diberikan kepada DPD dan DPC partai Demokrat atas penghargaannya, telah memilih anas urbaningrum sebagai Ketua umum partai Demokrat. Istilah uang transport dan akomodasi adalah bahasa politik yang sangat halus, sehingga masyarakat akan tercekoh dengan pengistilahan bahasa tersebut. Pada intinya uang transport dan akomodasi adalah uang sogok yang diberikan oleh kubu anas kepada DPD dan DPC partai Demokrat .
Melihat peristiwa dan kasus yang menimpa kader Partai Demokrat tentunya publik akan menangapi negatif terhadap keberadaan Partai Demokrat pada Pemilu 2014 yang akan datang. Pengembalian citra partai Demokrat pada partai yang bersih, santun dan cerdas akan mengalami kendala yang serius di Pemilu 2014. Hasil rekomendasi rakonas partai Demokrat di Sentul Bogor pada tanggal 23 s/d 24 juli 2011 ternyata hanya sebuah basa-basi politik yang hanya berujung pada pertarungan antara sesama kader partai Demokrat. Tidaklah mengherankan jika kepentingan politik lebih mendominasi ketimbang ideologi partai Politik. Kader Partai Politik sebagai pengerak utama mesin politik, seharusnya mampu memberikan pembelajaran paling baik bagi kehidupan politik di Indonesia. Kepentingan partai politik harus ditinggalkan mana kala berinteraksi secara langsung pada masyarakat. Demokrasi dalam tubuh partai politik selalu menghargai pendapat, tapi tidak membongasi perbedaan pendapat itu dalam frame kekuasaan politik. Kader partai politik yang memiliki potensi yang besar seharusnya diberikan ruang  berekpresi positif dalam tubuh partai politik.

Antara Kepentingan dan Ideologi     
Dalam kajian banyak hal, dalam kasus nazaruddin. Kepentingan nazaruddin untuk menggolkan saudara anas urbaningrum merupakan suatu kepentingan politik semenjak bung anas belum menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Tidaklah mengherankan jika antara nazaruddin dan bung anas bagaikan pertemanan kupu-kupu dengan kepompong. Mereka bahu membahu untuk dapat memperoleh kekuasaan di dalam tubuh partai Demokrat. Bung anas memilki kepentingan nazaruddin untuk duduk di Bendahara umum partai Demokrat, karena sebelumnya nazaruddin sudah berpengalaman dalam mencari pundi-pundi keuangan. Walaupun menurut pengakuan nazaruddin pundi-pundi keuangan tersebut dicari dengan cara tidak halal, dengan jalan fee proyek pemerintah. Kalaupun bung anas mengetahui hal tersebut, haram hukumnya bung anas menjadi Ketua partai Demokrat ataupun menolaknya. Akantetapi kemungkinan teori tentang kesatunan politik selama ini, hanyalah polesan belaka. Politik” seolah-olah” telah di pamerkan dihadapkan rakyat Indonesia. Kata pencitraan  merupakan kewajaran yang harus diberikan kepada rakyat Indonesia, walaupun hatinya sejahat setan. Partai Politik yang hadir di dalam tengah-tengah Republik Indonesia, ternyata tidak menyuguhkan aset yang berharga yaitu seorang kader yang memiliki loyalitas dan militan dalam berjuang  serta berhati mulia kepada bangsa dan negara.
Ideologi yang dikembangkan oleh partai politik hanyalah sekedar wacana, yang harus dibaca oleh rakyat Indonesia dengan segala keperhatinan. Banyak kader partai Politik yang terjerumus pada persoalan Tindak Pidana Korupsi menunjukan mereka sangat miskin akan Ideologi partai Politik. Mereka hadir dalam tubuh partai politik hanya sekedar mencari rupiah dan melacurkan diri untuk mencapai hedonisme dunia. Kaderisasi dalam tubuh partai Politik selama ini tidaklah jalan, penulis tidak pernah melihat pengumuman partai Politik membuka penerimaan kader baru sebuah partai Politik. Dimana kurikulum wajib partai politik juga tidak pernah dilihat oleh kita semua, kalaupun ada itu hanya diperuntukan kepada masyarakat yang memiliki uang yang berlebihan, artinya kurikulum wajib masuk partai politik hanya diperkenankan bagi mereka yang memiliki kantong tebal atau memiliki hubungan kekerabatan.
Tak heran jika hadirnya partai Politik di Indonesia tidak lebih sebagai “fans klub” sepak bola yang ada di Indonesia. Merekapun memiliki kader yang bonek untuk meraih kedudukan sebagai Ketua Umum atau bendahara Umum, dengan pundi-pundi dana berupa ngemplang proyek-proyek pemerintah. Tidak heran jika dikemudian hari salah satu terkena imbas kasus korupsi, mereka akan bernyanyi sekeras-kerasnya. Inilah sebuah kepentingan politik, akantetapi jika mereka sudah tertempa oleh suatu ideologi partai Politik, matipun mereka akan jalankan. Kita bisa melihat betapa kuatnya jihad yang dilakukan oleh pelaku terorisme, walaupun perjuang mereka salah kaprah, tapi ideologi islam fundamental telah menjadikan mereka berani mengorbankan segala sesuatu. Kepentingan mereka hanyalah menghancurkan simbol-simbol kapitallisme, walaupun tindakan mereka biadab. Perjuangan teror juga dilakukan oleh gerakan separatisme tentara irlandia utara atau gerakan IRA dan gerakan separatis macan tamil elam merupakan gerakan ideologis. Kepentingan untuk memperoleh suatu negara baru merupakan cita-cita mereka.
Jika benar adanya kasus nazaruddin, serta pengakuan sang buronan nazaruddin maka krisis ideologis kader dalam tubuh partai Politik telah menjadi penyakit kanker dalam sistem tatanan politik di Indonesia. Maka berakhirnya politik pencitraan yang selama ini ada di Indonesia. Politik pencitraan hanyalah basa-basi politik yang sesungguhnya, sehingga masyarakat semakin tahu tentang borok-borok dalam tubuh partai Politik. Hal ini akan menjadi kesinisan masyakat Indonesia hadirnya partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidaklah heran jika semakin tahun, angka golongan putih akan semakin meningkat. Sehingga KPU sebagai penyelenggara pemilu akan semakin keras berkerja dalam setiap even pemilu. Untuk menyakinkan pemilih untuk memberikan hak suaranya disetiap TPS. Semoga dengan adanya kasus nazaruddin akan memberikan cambuk bagi para pengurus partai Politik untuk tidak main-main dalam mengelola dan mengatur partai politik secara profesional, transparan, proposional dan akuntabel.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar